Pada suatu masa di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang pria bernama Ahmad. Ahmad adalah seorang petani yang sederhana dan taat beragama. Setiap hari, dia bekerja keras di ladangnya untuk menghidupi keluarganya. Meskipun kehidupannya tidak mewah, Ahmad selalu bersyukur dan menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan.
Bulan Muharram pun tiba, dan Ahmad ingat betapa pentingnya bulan ini dalam Islam. Dia memutuskan untuk berpuasa pada hari Asyura, yaitu hari kesepuluh di bulan Muharram, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ahmad ingin mengisi bulan suci ini dengan amalan yang membawa berkah dan pahala.
Ketika hari Asyura tiba, Ahmad bangun sebelum fajar untuk sahur. Setelah berdoa dan makan sahur bersama keluarganya, dia pun berniat untuk berpuasa. Meskipun hari itu matahari bersinar terik dan pekerjaannya di ladang sangat melelahkan, Ahmad tetap sabar dan ikhlas menjalani puasanya.
Di tengah panasnya hari, Ahmad melihat seorang tetangganya, Pak Haji, sedang beristirahat di bawah pohon. Pak Haji adalah seorang dermawan yang dikenal bijaksana dan sering memberi nasihat kepada warga desa. Melihat Ahmad yang sedang berpuasa dan tetap bekerja keras, Pak Haji menghampirinya.
“Assalamu’alaikum, Ahmad. Bagaimana puasamu hari ini?” tanya Pak Haji dengan senyum hangat.
“Wa’alaikumsalam, Pak Haji. Alhamdulillah, meskipun berat, saya berusaha menjalani dengan ikhlas,” jawab Ahmad.
Pak Haji pun duduk di samping Ahmad dan mulai bercerita, “Tahukah kamu, Ahmad, bahwa berpuasa di bulan Muharram, terutama pada hari Asyura, memiliki banyak keutamaan? Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa Asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”
Ahmad mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa terinspirasi oleh kata-kata Pak Haji. Dia merasakan kebahagiaan yang mendalam karena telah berusaha menjalankan puasa ini meskipun tantangannya besar.
Pak Haji melanjutkan, “Selain itu, berpuasa di bulan Muharram juga mengajarkan kita tentang kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur. Ketika kita menahan diri dari makan dan minum, kita belajar untuk lebih menghargai nikmat yang Allah berikan dan lebih peka terhadap penderitaan orang lain.”
Ahmad tersenyum dan mengangguk. Dia menyadari bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang memperbaiki diri, meningkatkan keimanan, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. (bersambung)