SRAGEN – Di atas permukaan tenang Waduk Kedung Ombo (WKO), keramba-keramba milik petani ikan di Kecamatan Sumberlawang dan Miri seolah mengambang dalam ketidakpastian. Cahaya matahari yang biasanya memberi kehidupan, kini justru menjadi ancaman melalui rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menyita ruang hidup mereka.
GP Ansor Sragen akan menggelar inaugurasi peringatan hari lahir ke-91 pada hari Sabtu (10/05) berpusat di GOR Diponegoro. Melalui program Patriot Ketahanan Pangan, GP Ansor Sragen mengangkat nasib para petani keramba sebagai isu utama.
“Awalnya hanya lima persen lahan terdampak, kini berkembang menjadi 20 persen. Ini bukan sekadar angka, ini tentang hidup dan penghidupan,” tegas Endro Supriyadi, Ketua GP Ansor Sragen.
Endro menggambarkan, para petani keramba yang selama ini menggantungkan hidup dari ikan nila dan mujair di WKO, kini dihantui bayang-bayang penggusuran. Bukan karena konflik, melainkan oleh modernisasi yang kurang berpihak: PLTS yang dibangun tanpa dialog yang utuh.
GP Ansor Sragen tak menolak pembangunan. Mereka mendukung energi terbarukan, tapi juga menuntut keadilan. “Kami hanya ingin ada ruang bicara, bukan pengabaian. Harus ada keseimbangan antara kemajuan teknologi dan nasib masyarakat kecil,” ujarnya.
Kekhawatiran tak berhenti di situ. Endro mengungkapkan bahwa fenomena alam seperti upwelling — naiknya massa air dingin dari dasar waduk — memaksa nelayan memindah keramba ke lokasi lain. Bila lahan makin sempit, kemana lagi mereka harus pergi?
Dalam semangat harlahnya, GP Ansor pun menggandeng LBH Ansor dan melakukan audiensi dengan Kementerian ESDM. Harapannya sederhana: solusi yang adil dan tidak merugikan masyarakat.
Namun, tantangan sektor pangan di Sragen tak hanya datang dari air. Di darat, lahan pertanian menyusut tergerus pembangunan jalan tol dan kawasan industri. “Sragen memang penyangga pangan Jawa Tengah, tapi siapa yang akan menanam jika regenerasi petani tak terjadi?” tanya Endro.
Dengan nada prihatin, ia menyerukan pentingnya inovasi di sektor pertanian agar menarik minat generasi muda. “Bukan sekadar bertani, tapi membangun industri pertanian. Anak muda Sragen harus bangga jadi petani, bukan buruh murah di pabrik,” pungkasnya.
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan, GP Ansor Sragen berdiri sebagai pengingat: bahwa kemajuan seharusnya tidak meninggalkan siapa pun di belakang. Termasuk para petani keramba, yang kini menunggu, entah sampai kapan, di bawah terik yang dulu memberi harapan.