Peran NU dalam memperjuangkan Kemerdekaan RI

judul gambar

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam di Indonesia yang sejak kelahirannya adalah sebuah wadah perjuangan untuk menentang para penjajah dan merebut kemerdekaan Indonesia dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Bagaimana peranan NU dalam memperjuangakan kemerdakaan Indonesia ini dapat dilihat dari latar belakang kelahiran organisasi ini. Ada 3 alasan yang dapat melatar belakangi kelahiran ormas ini yaitu, pertama motif agama, kedua motif mempertahankan Ahlu al-Sunnah wa’l-Jama’ah dan ketiga motif nasionalisme.

Timbulnya motif nasionalisme ini tidak lain dari pemimpin NU itu sendiri yaitu Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang memiliki sifat sangat nasionalis. Selain itu, timbulnya motif nasionalisme ini karena lahirnya NU mempunyai niatan untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk melawan para penjajahan di bumi nusantara. Rasa semangat nasionalisme ini pun dapat kita lihat dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yaitu ” Kabangkitan Para Ulama”.

Hal ini juga dapat di lihat dari lahirnya organisasi-organisasi pemuda bersifat nasional yang didirikan oleh kiai-kiai NU. Adpun organisasi pemuda ini seperti Shubban al-Watan (Pemuda Tanah Air) yang didirikan oleh para pemuda pesantren pada tahun 1924. Selain itu, lahir laskar-laskar perjuangan fisik dari Rahim Nahdlatul Ulama, laskar-laskar Hizbullah (Tentara Allah) merupakan laskar dari kalangan pemuda dan Sabilillah (Jalan menuju Allah) muncul dikalangan orang tau.

Sebagai pemimpin organisasi KH Hasyim Asy’ari yang memiliki sifat sangat nasionalis beliau juga memiliki semangat dakwah anti kolonialisme yang sudah melakat sejak belajar di Mekah, ketika jatuhnya dinasti Otonom di Turki. KH Hasyim Asy’ari pernah mengumpulkan teman-temannya, dan lalu berdoa berdoa di Multazam, berjanji untuk menegakan panji-panji keislaman dan melawan berbagai bentuk penjajajhan.

Sikap nasionalis atau anti penjajahan tersebut juga pernah membawa KH Hasyim Asya’ri masuk ke bui ketika masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, kedatangan koloni Jepang ke nusantara dengan disertai kebudayaan Saikerei yaitu merupakan sebuah penghormatan kepada dewa matahari. Saikerei ini dilakukan dengan cara membungkukan badan dengan mengarah ke matahari yang sedang terbit. Budaya ini diwajibkan kepada masyarakat Indonesia dengan tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintahan, kaum buruh, bahkan di pesanteren-pesanteren.

Namun KH Hasyim Asy’ari menentang hal tersebut karena hal tersebut merupakan perbuatan yang haram dan dosa besar. Membungkukan badan yang mirip dengan gerakan shalat tersebut hanya untuk menyembah Allah SWT. Menurut beliau KH Hasyim Asy’ari perbuatan tersebut jika untuk selain Allah adalah haram hukumnya, sekalipun untuk dewa matahari yang Koloni Jepang sebut.

Selain menentang penjajahan NU dan para pemimpin NU juga memperhatikan bentuk negara Indonesia yang akan datang. Hal ini bisa dilihat pada Muktamar XV yang berlangsung pada bulan Juni 1940, yang didatanngi oleh sebelas ulama di bawah pimpinan Mahfuz Shiddiq membciarakan calon siapa yang pantas menjadi presiden pertama untuk Indonesia mendatang. Sebelas ulama NU itu menentukan pilihan diantara dua nama yang disebutkan yaitu, Soekarno dan Mohammad Hatta. Para ulama akhirnya memilih Soekarno dengan hasil suara 10 banding 1.

Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) juga mempunya arti penting dalam perumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Repbulik Indonesia yang terbutuk dalam panitia Sembilan dalam BPUPKI yaitu “Piagam Jakarta”. Seperti kita ketahui tujuh kata tersbut dihapus dalam siding PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945. Pada waku itu Bung Hatta mengaku, beliau mendapat telepon dari seorang perwira Jepang yang mengakui meyampaikan aspirasi kaum Kristen Indonesia Timur, bahwa mereka tidak akan bergabung dengan NKRI jika “tujuh kata” itu tidak dihapus.

Hal ini sampai kepada ketua organisasi NU yaitu KH Hasyim Asy’ari. Menurut beliau, bahwa toleransi yang dilakukan oleh NU dan tokoh-tokoh pejuang muslim lain yang menerima “tujuh kata” dan menerima tuntunan kaum Kristen Indonesia timur, itu merupakan sebuah perjuangan dan perjuangan demi terpeliharanya kemerdekaan dan juga persatuan dan kesatuan NKRI

Itulah merupakan pemikiran NU yang sangat kuat dan gigih dalam menjaga NKRI dan menentang segala bentuk penjajahan hukumnya wajib karena merupakan perintah agama, hal ini juga sejalan dengan para ulama-ulama pendahulunya yang sangat senantiasa memberikan hukum wajib jihad untuk mengusir penjajahan Belanda.

Sumber : Farih, A. NAHDLATUL ULAMA (NU) DAN KONTRIBUSINYA DALAM MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN DAN MEMPERTAHANKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)

hal 252-263. vol 4. (2016)./ kompasiana.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *